"Tertulis dalam kitab Taurat: Apabila di rumahmu sudah ada gandum, maka beribadahlah (kepada Allah). Apabila belum ada gandum maka bekerjalah, gerakkanlah tanganmu, itu yang menyebabkan kamu memperoleh reski." (Sufyan Ats-Tsauri)
Bukan lagi hal yang baru buat kita, tentang "nasib", jika berani menjadi manusia itu artinya anda harus berjuang untuk hidup. Segala keperluan hidup yang datang kepada kita adalah memerlukan keterlibatan tenaga dan pikiran. Hidup adalah pekerjaan. Tak mau bekerja maka jangan jadi manusia.
Ada pun tentang nasib, sungguh beruntung bagi yang bernasib mujur, mungkin dikarenakan ia adalah anak dari seorang konglomerat atau dia adalah anak dari seorang Pengusaha Sukses, ke mana-mana selalu diantar dengan Mercy atau Nissan, di jaman kerajaan mungkin setingkat kendaraan berkuda. Punya tanah seluas gunung, punya banyak perusahaan yang cabangnya terletak di semua daerah. "Nasib Mujur" itu tidak semua manusia bisa menikmatinya, hanya diperuntukkan bagi orang-orang yang sudah digariskan oleh-Nya, sementara yang lainnya ada yang memulai hidupnya dari nol, tidak ada harta warisan, tidak memiliki harta kekayaan, dan selalu hidup dalam kemiskinan.
Mencapai kesuksesan yang begitu gemilang tidaklah terjadi begitu saja, ada banyak kepelikan hidup yang dilalui sebelum mencapai kesuksesan itu. Mereka yang sukses adalah mereka yang bisa mempertahankan hidupnya dengan harga diri dan kehormatannya. Harga diri dan kehormatan hanya dapat diperoleh dengan tidak menggantungkan kebutuhan hidup dan mengemis penghidupan dari tangan orang-orang yang pelit.
Hidup butuh makan, hidup butuh pakaian, hidup butuh rumah, hidup butuh pengakuan di masyarakat, hidup butuh pasangan, hidup butuh negara, hidup adalah keinginan. Untuk mencukupi kebutuhan diperlukan keterlibatan tenaga dan pikiran, "gerakkanlah tanganmu! niscaya rezki akan bergerak ke arahmu."
Ungkapan yang tertulis dalam kitab Taurat yang dinukil oleh Sufyan Ats-Tsauri tersebut mengandung keseimbangan hidup, antara beribadah dan mencari rezki. Bekerja mencari rezki itu sendiri adalah ibadah, mensyukuri dengan tercukupinya kebutuhan hidup termasuk mensyukuri adanya gandum yang bisa dimakan untuk menyambung hidup, itu juga termasuk ibadah. "Merusak diri" adalah pekerjaan yang paling tidak disenangi oleh Allah, termasuk membiarkan perut kelaparan dengan tidak berusaha padahal ia sanggup berbuat untuk mendapatkan makanan.
"Dan bila dikatakan kepada mereka:"Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi". Mereka menjawab: "Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan." (Al Baqarah 2:11)
Manusia (termasuk diri kita) dan makhluk hidup lainnya, dan benda mati yang lain yang tidak diperkenangkan untuk dirusak, semuanya adalah bagian dari bumi yang Allah perintahkan kepada kita untuk tidak merusaknya. Perbuatan merusak orang lain termasuk mengadu domba, menghasud dan mendengki. Perbuatan merusak diri sendiri adalah seperti tidak berpakaian, membiarkan perut keroncongan dikarenakan ia tidak berusaha untuk memenuhi kebutuhannya dan merasa pasrah atau dalam keadaan putus asa, padahal secara fisik ia bisa manfaatkan tenaganya untuk mendapatkan makanan dan penghidupan yang layak.
Semoga kita semua bisa menyeimbangkan antara dunia dan akhirat, antara pekerjaan dan ibadah kepada Allah...
Amin
Jika terdapat kesalahan, itu datangnya dari saya pribadi. Dan jika menurut anda ini benar maka yang benar itu adalah datangnya dari Allah Swt.
"Kita menjadi seorang ahli karena giat belajar dan berlatih berkali-kali, ini bukan keistimewaan namun kebiasaan." (Aristoteles)